Rena Yulia Latifah

Rena Yulia Latifah

Selasa, 20 Maret 2012

Rabu, 14 Maret 2012

DEFINISI TARI dan MACAM MACAM TARIAM NUSANTARA INDONESIA

Definisi Tari :

- Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.

- Seorang ahli sejarah tarian dan muzik Jerman bernama C.Sachs telah memberikan definisi seni tari sebagai gerakan yang berirama. Seni tari adalah pengucapan jiwa manusia melalui gerak-geri berirama yang indah. Dalam kebudayaan melayu terdapat berbagai-bagai jenis tarian, sama ada tarian asli ataupun tarian yang telah dipengaruhi oleh unsur-unsur moden.

- Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta.

- Menurut Soedarsono Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak yang indah dan ritmis.

- Menurut Susan K.Lenger Tari adalah gerak-gerak yang dibentuk secara ekspresif yang diciptakan manusia untuk dapat dinikmati.

- Menurut Curt Sacha Tari adalah gerak yang ritmis

- Menurut Kamala Devi Chattopadhyaya Tari adalah suatu instinct atu desakan emosi didalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari.

- M. Jazuli dalam (Soeryobrongto:1987, 12-34) mengemukakan bahwa gerak-gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik adalah tari. Irama musik sebagai pengiring dapat digunakan untuk mengungkapkan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan pencipta tari melalui penari.

- Sussanne K Langer menyatakan, tari adalah gerak ekspresi manusia yang indah. Gerakan dapat dinikmati melalui rasa ke dalam penghayatan ritme tertentu.

- Corry Hamstrong menyatakan bahwa, tari merupakan gerak yang diberi bentuk dalam ruang.

- Kamala Devi Chattopadhyaya mendefinisikan tari sebagai gerakan-gerakan luar yang ritmis dan lama kelamaan tampak mengarah pada bentuk-bentuk tertentu.

- La Mery berpendapat bahwa tari adalah ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan.











PENGERTIAN HIDUNG

HIDUNG
Pengertian Hidung

Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru.
Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.

Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago).
Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang.

Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan.
Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.

Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.
Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk dengan segera.

Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia).
Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan batuk membersihkan paru-paru.

Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas.
Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf penghidu).
Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak.


SINUS PARANASALIS
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgitoJJv1IUlpbCLHsh2WaKV8RolJ08pbqvG03YxBGU5t0izkCl-ZKUTjrQsae7ashj7sFZ8ZnLnmwrCZ8MV2fmgYcKjar2hCnDqU90ZW75x-A428SYolfrL1MXEtPnw6XkHKFP488nUhnP/s200/SINUS+PARANASALIS.jpg
Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung.
Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis:

· Sinus maksilaris

· Sinus etmoidalis

· Sinus frontalis

· Sinus sfenoidalis.

Dengan adanya sinus ini maka:
- berat dari tulang wajah menjadi berkurang
- kekuatan dan bentuk tulang terpelihara
- resonansi suara bertambah.

Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung.
Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan peradangan (sinusitis).

RINITIS ATROFI

DEFINISI

Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai atrofi progresif mukosa hidung dan tulanghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbyvmZeSyd85dY-o6DTKFDuNJZWvopvHwOxSeV2b6pPUn3APXW5_qIlil8QMojjBp-MZ1v4_uHKS6XOv4_gDKWt0_Jh51-njsQhe5GqKWFc7fXzjpUbl3Y1t_FcsFZwDrGMaPCo_RA-NTH/s200/RINITIS+ATROFI.jpg penunjangnya disertai pembentukan sekret yang kental dan tebal yang cepat mengering membentuk krusta, menyebabkan obstruksi hidung, anosmia, dan mengeluarkan bau busuk. Rinitis atrofi disebut juga rinitis sika, rinitis kering, sindrom hidung-terbuka, atau ozaena.

INSIDENSI

Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di negara-negara berkembang. Penyakit ini muncul sebagai endemi di daerah subtropis dan daerah yang bersuhu panas seperti Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur dan Mediterania. Pasien biasanya berasal dari kalangan ekonomi rendah dengan status higiene buruk. Rinitis atrofi kebanyakan terjadi pada wanita, angka kejadian wanita : pria adalah 3:1. Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh dr.Spencer Watson di London pada tahun 1875.1 Penyakit ini paling sering menyerang wanita usia 1 sampai 35 tahun, terutama pada usia pubertas dan hal ini dihubungkan dengan status estrogen (faktor hormonal).

KLASIFIKASI

Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan oleh dr. Spencer Watson (1875) sebagai berikut:

1. Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan pembentukan krusta yang tebal dan mudah ditangani dengan irigasi.

2. Rinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia dan rongga hidung yang berbau.

3. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang disebabkan oleh sifilis, ditandai oleh rongga hidung yang sangat berbau disertai destruksi tulang.

Berdasarkan penyebabnya rinitis atrofi dibedakan atas:

1. Rinitis atrofi primer, merupakan bentuk klasik rinitis atrofi yang didiagnosis pereksklusionam setelah riwayat bedah sinus, trauma hidung, atau radiasi disingkirkan. Penyebab primernya merupakan Klebsiella ozenae.

2. Rinitis atrofi sekunder, merupakan bentuk yang palng sering ditemukan di negara berkembang. Penyebab terbanyak adalah bedah sinus, selanjutnya radiasi, trauma, serta penyakit granuloma dan infeksi.

ETIOLOGI

Etiologi rinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder. Rinitis atrofi primer adalah rinitis atrofi yang terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya, sedangkan rinitis atorfi sekunder merupakan komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit. Rinitis atrofi primer adalah bentuk klasik dari rinitis atrofi dimana penyebab pastinya belum diketahui namun pada kebanyakan kasus ditemukan klebsiella ozaenae.

Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus, radiasi, trauma, penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa atau. Operasi sinus merupakan penyebab 90% rinitis atrofi sekunder. Prosedur operasi yang diketahui berpengaruh adalah turbinektomi parsial dan total (80%), operasi sinus tanpa turbinektomi (10%), dan maksilektomi (6%). Penyakit granulomatosa yang mengakibatkan rinitis atrofi diantaranya penyakit sarkoid, lepra, dan rhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk tuberkulosis dan sifilis. Pada negara berkembang, infeksi hanya berperan sebanyak 1-2% sebagai penyebab rinitis atrofi sekunder. Meskipun infeksi bukan faktor kausatif pada rinitis atrofi sekunder, namun sering ditemukan superinfeksi dan hal ini menjadi penyebab terbentuknya krusta, sekret, dan bau busuk. Terapi radiasi pada hidung dan sinus hanya menjadi penyebab pada 2-3% kasus, sedangkan trauma hidung sebanyak 1%.

Selain faktor diatas, beberapa keadaan dibawah ini juga diduga sebagai penyebab rinitis atrofi:

1) Infeksi kronik spesifik oleh kuman lain

Yakni infeksi oleh Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena. Telah dilaporkan terjadinya rinitis atrofi pada seorang anak 7 tahun dari satu keluarga setelah anak dari tetangga keluarga tersebut yang diketahui menderita rinitis atrofi menginap bersamanya.

2) Defisiensi besi dan vitamin A

Dilaporkan terjadi perbaikan pada 50% pasien yang mendapat terapi besi dan pada 84% pasien yang diterapi dengan vitamin A mengalami perbaikan simptomatis. Adanya hiperkolesterolemia pada 50% pasien rinitis atrofi menunjukkan peran diet pada penyakit ini.

3) Perkembangan

Dilaporkan adanya pengurangan diameter anteropsterior hidung dan aliran udara maksiler yang buruk pada penderita rinitis atrofi.

4) Lingkungan

Dilaporkan telah terjadi rinitis atrofi pada pasien yang terpapar fosforit dan apatida.

5) Sinusitis kronik

6) Ketidakseimbangan hormon estrogen

Dilaporkan adanya perburukan penyakit saat hamil atau menstruasi.

7) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun

8) Teori mekanik dari Zaufal

9) Ketidakseimbangan otonom

10) Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS)

11) Herediter

Dilaporkan adanya rinitis atrofi yang diturunkan secara dominan autosom pada sebuah keluarga dimana ayah serta 8 dari 15 anaknya menderita penyakit ini.

12) Supurasi di hidung dan sinus paranasal

13) Golongan darah

PATOGENESIS

Analisis terhadap mukosa hidung menemukan hal yang sama baik pada rinitis atrofi primer maupun sekunder. Mukosa hidung yang normal terdiri atas epitel pseudostratifikatum kolumnar, dan glandula mukosa dan serosa. Pada rinitis atrofi, lapisan epitel mengalami metaplasia squamosa dan kehilangan silia. Hal ini mengakibatkan hilangnya kemampuan pembersihan hidung dan kemampuan membersihkan debris. Glandula mukosa mengalami atrofi yang parah atau menghilang sama sekali sehingga terjadi kekeringan. Selain itu terjadi juga penyakit pada pembuluh darah kecil, andarteritis obliteran (yang dapat menjadi penyebab terjadinya rinitis atrofi atau sebagai akibat dari proses penyakit rinitis atrofi itu sendiri).

Secara patologis, rinitis atrofi dapat dibagi menjadi dua, yakni tipe I, adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriola terminal akibat infeksi kronik yang membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen; dan tipe II, terdapat vasodilatasi kapiler yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriola akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa. Selain itu didapatkan sel endotel bereaksi positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun, dimana terdeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi klirens mukus dan mempunyai pengaruh kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman.

GEJALA KLINIS

Pemeriksaan fisik terhadap rinitis atrofi dapat dengan mudah dikenali. Tanda pertama sering berupa bau (foeter ex nasi) dari pasien. Pada beberapa kasus, bau ini bisa berat. Hal ini akan menyebabkan ganggguan pada setiap orang kecuali pasien, karena pasien mengalami anosmia. Beberapa pasien juga memperlihatkan depresi yang terjadi sebagai implikasi sosial dari penyakit. Pasien biasanya mengeluh obstruksi hidung (buntu), krusta yang luas, dan perasaan kering pada hidung.

Gejala klinis rinitis atrofi secara umum adalah :

Gejala :

obstruksi hidung (buntu)

sakit kepala

- epistaksis pada pelepasan krusta

- bau busuk pada hidung (foeter ex nasi) yang dikeluhkan oleh orang lain yang ada di sekitarnya. Bau ini tidak diketahui oleh pasien karena atrofi dari mukosa olfaktoria.

- Faringitis sikka

- Penyumbatan yang terjadi karena lepasnya krusta dari nasofaring masuk ke orofaring.

Tanda :

- foeter ex nasi

- krusta dihidung berwarna kuning, hijau, atau hitam

- pelepasan kusta akan memperlihatkan ulserasi dan perdarahan mukosa hidung


Bagian dari hidung manusia - Struktur Eksternal

o Nasal bones - two oblong shaped bones which connect vertically and run from the top to the middle of the nose. Hidung tulang - tulang berbentuk lonjong dua yang menghubungkan secara vertikal dan berjalan dari atas ke tengah hidung. They form the bridge of the nose and vary in size depending on the individual. Mereka membentuk jembatan hidung dan bervariasi dalam ukuran tergantung pada individu.

o Septal Cartilage (quadrangular cartilage) - adjoins the nasal bones at their inferior border and forms the dividing wall of the nose. Tulang rawan septum (tulang rawan kuadrangularis) - berdampingan dengan tulang hidung di perbatasan inferior mereka dan bentuk-bentuk tembok pemisah, yaitu hidung. Situated at the anterior margin of the ethmoid bone. Terletak di margin anterior dari tulang ethmoid.

o Lateral nasal cartilage - this dense connective tissue is situated below the nasal bones and the frontal process of the maxilla. Tulang rawan hidung lateral - ini jaringan ikat padat yang terletak di bawah tulang hidung dan proses frontal rahang atas. These plates connect to the septal cartilage on either side. Lempengan-lempengan ini terhubung ke tulang rawan septum di kedua sisinya.

o Major alar cartilage (Greater alar cartilage or lower lateral cartilage) - situated immediately below the lateral cartilage and forms the tip of the nose and nostrils. Mayor alar tulang rawan (kartilago alar lebih besar atau tulang rawan lateral yang lebih rendah) - terletak langsung di bawah tulang rawan lateral dan bentuk ujung hidung dan lubang hidung.

o Minor alar cartilage (Lesser alar cartilage) - smaller plate with anterior margin connecting to the major alar cartilage. Alar minor tulang rawan (kartilago alar Kecil) - piring yang lebih kecil dengan margin anterior menghubungkan ke kartilago alar utama.

o Fibro-fatty tissue - separates the plates of cartilage. Fibro-lemak jaringan - memisahkan piring tulang rawan.

o Nostril - one of two openings to the nose. Lubang hidung - salah satu dari dua bukaan ke hidung.

Parts of human nose - Nasal cavity Bagian dari hidung manusia - rongga hidung

o Vestibule - situated immediately above the nostril and lined with hair-bearing skin. Vestibulum - terletak tepat di atas lubang hidung dan dilapisi dengan rambut-bantalan kulit.

o Septum - wall made of bone and cartilage which separates the nasal cavity. Septum - dinding yang terbuat dari tulang dan tulang rawan yang memisahkan rongga hidung.

o Cribriform plate of ethmoid bone - central part of the nasal cavity roof which forms part of the floor of the cranial cavity which contains the brain. Piring berkisi tulang ethmoid - bagian tengah dari atap rongga hidung yang merupakan bagian dari lantai rongga tengkorak yang berisi otak. This narrow piece of bone is perforated. Ini bagian sempit tulang berlubang.

o Frontal air sinus - airspace lined with mucosa situated behind the superciliary arches. Frontal sinus udara - udara dilapisi dengan mukosa yang terletak di belakang lengkungan superciliary. Opens into the middle meatus via the frontonasal duct. Membuka ke meatus tengah melalui saluran frontonasal.

o Sphenoidal air sinus - air-filled paranasal sinus lined with mucous membrane and contained within the sphenoid. Sphenoidal udara sinus - berisi udara sinus paranasal dilapisi dengan selaput lendir dan terkandung dalam sphenoid.

o Olfactory nerve - transmits the sense of smell from the nasal cavity to the brain. Saraf olfaktorius - mentransmisikan indera penciuman dari rongga hidung ke otak.

o Hard palate - this bone separates the oral cavity from the nasal cavity. Langit-langit keras - tulang ini memisahkan rongga mulut dari rongga hidung.

o Soft palate - closes the nasal cavity from the oral cavity when swallowing. Langit-langit lunak - menutup rongga hidung dari rongga mulut saat menelan.

o Choana - opening to the pharynx. Choana - membuka ke faring.

o Upper Meatus (superior meatus) - nasal opening situated between the upper and lower turbinates. Meatus Atas (meatus superior) - membuka hidung terletak antara turbinat atas dan bawah. Smallest of the meatuses. Terkecil dari meatuses.

o Middle Meatus - nasal opening or canal running from the anterior to the posterior end of the inferior nasal concha (lower turbine). Meatus Tengah - membuka hidung atau kanal berjalan dari anterior ke posterior ujung daun telinga hidung inferior (rendah turbin).

o Lower Meatus (inferior meatus) - largest nasal meatus situated between the lower turbinate and the floor of the nasal cavity. Meatus rendah (meatus inferior) - meatus hidung terbesar terletak antara turbinate lebih rendah dan lantai rongga hidung.

o Upper turbinate (superior nasal concha) - contains olfactory receptor cells. Atas turbinate (superior hidung daun telinga) - mengandung sel-sel reseptor penciuman. Olfactory cilia are found on the mucous membrane situated here. Silia penciuman ditemukan pada selaput lendir yang terletak di sini.

o Middle turbinate - spongy bone situated between the upper meatus and the middle meatus. Turbinate Tengah - tulang spons terletak antara meatus meatus atas dan tengah.

o Lower turbinate (inferior nasal concha) - one of the three nasal turbinates which lies between the middle meatus and the lower meatus. Turbinate rendah (inferior hidung daun telinga) - salah satu dari tiga turbinat hidung yang terletak di antara meatus meatus menengah dan rendah.